Kompetensi Guru menurut Al-Ghazali
by: Fadlilah Husain Jamil.
Islam, telah memberikan sumbangan pemikiran tentang kompetensi yang harus dimiliki pendidik, pemikiran dimaksud sangat paedagogis, psikologis dan sosiologis.
salah satu yang bisa dibahas adalah ajaran Al-Ghazali yang mengemukakan nilai yang harus dimiliki seorang guru dalam menanamkan pendidikan kepada para pebelajarnya.
salah satu yang bisa dibahas adalah ajaran Al-Ghazali yang mengemukakan nilai yang harus dimiliki seorang guru dalam menanamkan pendidikan kepada para pebelajarnya.
Pertama: Guru harus menampilkan kebaikan simpati dan empati : murid dianggap seperti anaknya sendiri.
Guru bukan hanya merasa bertanggung jawab menyelamatkan anak dari kebodohan, tetapi juga merasa bertanggung jawab menyelamatkan hidup anak dunia dan akhirat.<
Kedua: mencontoh teladan Rasulullah: mengutamakan kedekatan diri kepada ALLAH, bukan karena imbalan atau upah. “Katakanlah, Aku tidak meninginkan upah dari seruanku ini “ (Q.S. Hud, 11: 29).
Dengan demikian pembelajaran bukan hanya sekedar ritual yang bersifat transaksional semata.
Guru bukan hanya merasa bertanggung jawab menyelamatkan anak dari kebodohan, tetapi juga merasa bertanggung jawab menyelamatkan hidup anak dunia dan akhirat.<
Kedua: mencontoh teladan Rasulullah: mengutamakan kedekatan diri kepada ALLAH, bukan karena imbalan atau upah. “Katakanlah, Aku tidak meninginkan upah dari seruanku ini “ (Q.S. Hud, 11: 29).
Dengan demikian pembelajaran bukan hanya sekedar ritual yang bersifat transaksional semata.
Ketiga: tidak boleh menyembunyikan nasihat atau ajaran kepada muridnya, tujuan pendidikan adalah mendekatkan diri kepada Allah.
Apapun hal penting yang harus diketahui murid tidak boleh disimpan oleh guru, meski membutuhkan upaya yang lebih.
Apapun hal penting yang harus diketahui murid tidak boleh disimpan oleh guru, meski membutuhkan upaya yang lebih.
Keempat: Berusaha mencegah muridnya dari memiliki watak dan perilaku jahat dengan penuh kehati-hatian dan simpati, bukan keras dan kasar. Karena dikhawatirkan akan hilang rasa takut dan mendorong ketidakpatuhan pada diri murid.
Kelima: tidak boleh merendahkan ilmu lain di hadapan muridnya, seharusnya guru suatu ilmu tertentu harus mempersiapkan muridnya untuk mempelajari ilmu lainnya, dan selanjutnya, ia seyogyanya mengikuti aturan kemajuan bertahap dari satu tahapan ke tahapan berikutnya.
Keenam: mengajar muridnya sebatas kemampuan pemahamannya. Sabda Rsulullah “Apabila seseorang berbicara sepatah kata kepada suatu kaum yang akalnya belum sampai, maka itu menjadi bahaya (fitnah) bagi sebagian orang”.
Ketujuh: Guru harus mengajarkan kepada muridnya yang terbelakang hanya sesuatu yang jelas dan yang sesuai dengan tingkat pemahamannya yang terbatas.
Kedelapan: Guru sendiri harus melakukan terlebih dahulu apa yang diajarkannya, dan tidak boleh berbohong dengan apa yang disampaiakan. Ilmu dapat dicerap dengan mata batin, dan amal dapat disaksikan dengan mata lahir. “ apakah kamu menyuruh orang lain berbuat baik dan melupakan dirimu sendiri??” (QS, Al-Baqarah , 2:44)
Banyak yang memiliki mata lahir, tetapi sedikit yang memiliki mata batin. Maka jika perbuatan seorang guru bertentangan dengan apa yang dianjurkan, maka berarti ia tidak sedang membantu memberi petunjuk, melainkan sedang memberi racun.
Selanjutnya dikatakan Al-Ghazali "Guru dapat diibaratkan sebagai tongkat dan murid sebagai bayangannya, maka bagaimana mungkin bayangan tongkat akan lurus bila tongkat itu sendiri bengkok?". (Al-Ghazali, by fadlilah)
Komentar