Pendidikan Minus Teladan
DR. Hj. Fadlilah Husain Jamil, M.Pd.
(Dosen IAIN STS Jambi, Ketua Fatyat NU Jambi)

HARIAN JAMBI, Selasa, 31 Desember 2013
Peringatan HARI IBU tahun ini didahului oleh berbagai berita  yang memaksa kita geleng kepala, peristiwa yang menampilkan sikap dan perilaku perempuan yang tidak seharusnya.  Sebut saja Anggelina Sondah yang terpuruk  karena kasus korupsi, seorang ibu yang membuang bayi hasil hubungan gelapnya ke sungai, seorang ibu di Kampar yang tega menyiksa anak tirinya dan membuangnya ke perkebunan, tertangkapnya dukun spesialis aborsi yang pelanggannya adalah para remaja puteri yang juga banyak diantar oleh ibunya masing-masing dalam melakukan aborsi. di Jambi ada hakim yang nota bene seorang ibu yang berprilaku mesum, dan yang tak kalah memukaunya seorang Ratu Atut yang menyalahkangunakan kekuasaan dan pengaruhnya secara massive demi memenuhi nafsu serakah keluarga dan kelompoknya. Serta sederetan catatan panjang perilaku menyimpang yang melibatkan kaum perempuan atau kaum ibu.

Wajah Pendidikan Indonesia Kini
Sulit untuk diurai dan dijawab, kira-kira apa yang melatarbelakangi munculnya perilaku kontra produktif dari berbagai kalangan masyarakat. Masihkah relevan mengaitkannya dengan faktor ekonomi? Bukankah pelaku perilaku menyimpang  yang di sebut di atas tidak semua dari kalangan ekonomi lemah?, atau faktor tingkat pendidikan yang menjadi penyebab? Namun kurang tinggi apalagi tingkat pendidikan para koruptor dan criminal yang wajahnya kerap terpampang di media elektronik dan media cetak, yang ternyata banyak juga melibatkan perempuan?

Memang, tidak terpungkiri bahwa tingkat pendidikan kaum perempuan sudah semakin baik- apalagi bila dibandingkan dengan kondisi beberapa dekade yang lalu- saat ini tidak sedikit perempuan yang mampu meraih gelar pendidikan dan prestasi tertinggi, namun peningkatan tingkat pendidikan tersebut belum berbanding lurus dengan peningkatan akhlak bangsa. Salah satu indikasinya adalah semakin banyaknya remaja yang menampilkan degradasi akhlak, yang penyebabnya karena semakin tingginya jumlah orang tua yang melakukan pendidikan yang salah terhadap anak-anak remajanya. Padahal disepakati bahwa pendidik pertama dan utama dalam keluarga adalah orang tua/Ibu. Jika demikan tidaklah berlebihan bila dikatakan, bahwa pendidikan kita saat ini tidak lagi ampuh membangun akhlak luhur bangsa. Sosok Ibu sebagai penoreh karakter anak-anaknya tak lagi menuliskan tinta emas budi pekerti luhur, sebaliknya justeru contoh buruklah yang kerap ditampilkan.

Berkaca pada Pendidikan Masa Lampau
Pendidikan yang telah berjalan sepanjang usia bangsa ini, secara historis pernah berjaya di era Hasyim Asy”ari, Ahmad Dahlan, Ki hajar Dewantoro, Budi Utomo dan lainnya. Pendidikan di zaman tersebut mengedepankan karakter yang kuat dan teguh tak tergoyahkan. Penanaman nilai hidup sederhana dan tolong menolong mendukung terbangunnya karakter yang jauh dari sifat tamak dan mementingkan diri sendiri. Konten kurikulum  yang tidak terlalu padat juga membantu para peserta didik untuk lebih fokus mengadaptasi aspek softskill atau aspek sikap, disamping tetap melatih aspek hardskill.

Beberapa faktor yang menjadi kunci keberhasilan sistem pendidikan masa lampau, diantaranya adalah faktor Keteladanan. Sosok pendidik bukan hanya melakukan transfer of knowledge, tetapi sekaligus menjadi role model dalam berfikir, bertutur kata dan berperilaku,  sesuai dengan nilai agama yang dianut dan sesuai dengan nilai-nilai luhur bangsa. Faktor lainnya adalah konten pendidikan yang memuat nilai yang bersifat universal dan relevan dimanapun, kapanpun dan oleh siapapun. Nilai dimaksud adalah Akhlakul Karimah, baik akhlak terhadap sang Pencipta, akhlak terhadap sesama manusia, maupun akhlak terhadap alam semesta.

Faktor Keteladanan dan Akhlakul Karimah baru dua diantara banyak keunggulan pendidikan masa lampau, namun bila dicermati dan dicari ke dalam implementasi pendidikan kita kini, maka kedua faktor tersebut akan sulit ditemukan. Disebabkan pesatnya perkembangan IPTEK, turut merubah orientasi dan pola kehidupan ummat manusia, bila masa lampau manusia berorientasi kepada bagaimana menjalani hidup dalam keseimbangan alam, terbebas dari penjajahan dan perbudakan, maka di era modern ini manusia berorientasi kepada kehidupan hedonis dan menuruti nafsu dunia yang tanpa batas.

Perlu Dukungan Segenap Pemangku Kepentingan
Tidaklah salah, bahkan sungguh mulia bila kita berusaha kembali mengusung pendidikan berbasis akhlak mulia dan budi pekerti luhur, layaknya pendidikan masa lampau. Tentu dengan menyesuaikan dengan kebutuhan, metode dan konten dengan karakteristik masyarakat sekarang, bukan hanya karakteristik masyarakat lokal Indonesia tetapi juga menyesuaikan dengan karakteristik masyarakat dunia. Bagaimanapun juga kita tidak mungkin menafikan tuntutan kehidupan kekinian dan masa depan, sebagai akibat dari perkembangan zaman yang memang merupakan keniscayaan.

Nah.. mampukah menjadi TELADAN, para fikur-figur publik yang secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap pembentukan akhlak bangsa ini; para orang tua, pendidik, pemerintah, anggota legislative, tokoh masyarakat, bahkan artis yang setiap saat perilakunya disaksikan dan dijadikan inspirasi oleh masyarakat?...Semua tergantung political will dan komitmen penyelenggara Negara tercinta ini. 

Komentar

Unknown mengatakan…
pendidikan masa lampau sudah mendapatkan apa yg menjadi tujuan pendidikan waktu itu.. tapi yg kita hadapi sekarang ini adalah masa modern yang sudah merambah kepada pendidikan kita,, pergeseran teladan anak didik kita sehingga mengikis akhlak mulia... harukah kita kembali pada model pendidikan masa lampau sedangkan yg kita hadapi ini adalah masa modern yg kompleks..?

Postingan populer dari blog ini

Baju Bodo Bugis